Makalah
JARINGAN JALAN & PEMBINAANYA
SISTEM MANAJEMEN JALAN
Disusun
Untuk Memenuhi Sebagian Syarat-syarat Yang Diperlukan
Untuk
Melengkapi Kurikulum Pada Semester V
Oleh :
Nama :
Hasliani
Nim :
090411004
Prodi :
DIV Perancangan Jalan Dan
Jembatan
Kelas :
DIV/VA
KEMENTERIAN
PENDIDIKAN NASIONAL
POLITEKNIK
NEGERI LHOKSEUMAWE
JURUSAN
TEKNIK SIPIL
2012
KATA
PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Puji dan syukur penulis ucapkan
kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kekuatan dan kesehatan kepada penulis
sehingga dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Jaringan Jalan dan Pembinaanya”. Shalawat dan salam tidak lupa
pula penulis sanjung sajikan kepangkuan Nabi Muhammad SAW yang telah membawa
umatnya dari alam kebodohan ke alam yang penuh dengan ilmu pengetahuan.
Dalam
penyelesaian makalah ini, penulis menyadari adanya kekurangan dan jauh dari
kesempurnaan, baik dari segi penyampaian materi, penulisan, maupun
pembahasannya, disebabkan keterbatasan ilmu dan kemampuan yang ada, oleh karena
itu penulis sangat mengharapkan kritikan dan saran yang bersifat kontruksif
demi penyempurnaan makalah ini.
Dalam
menyelesaikan makalah ini penulis cukup banyak mendapatkan bimbingan dan
bantuan baik secara moril maupun material. Oleh sebab itu penulis
mempersembahkan ucapan terima kasih kepada dosen pembimbing, yaitu Bapak Teuku
Riyadhsyah, S.T.M.T selaku pembimbing saya. Sekali lagi penulis ucapkan syukur
kepada Illahi Rabbi semoga ilmu yang didapatkan mendatangkan makna dan manfaat
dalam kehidupan, terima kasih.
Wassalamualaikum
Warahmatullaahi Wabarakatuh.
Buket
Rata, Januari 2012
Penulis
Hasliani
090411004
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR.................................................................... i
DAFTAR
ISI.................................................................................... ii
BAB
I PENDAHULUAN............................................................... 1
1.1.
Latar
Belakang................................................................ 1
1.2.
Tujuan.............................................................................. 2
BAB
II PEMBAHASAN................................................................. 3
2.1.
Pengertian
Jaringan Jalan.............................................. 3
2.2.
Klasifikasi
Jaringan Jalan.............................................. 4
2.3.
Struktur
Hirarki Perkotaan dan Sistem Jaringan
Primer............................................................................... 8
2.4
Struktur
Kawasan Perkotaan dan Sistem Jaringan
Sekunder.......................................................................... 10
2.5
Kriteria
Penetapan Klasifikasi Fungsi Jalan................ 13
2.6
Data-data
yang diperlukan pada Pembinaan
Jaringan
Jalan................................................................. 19
BAB
III PENUTUP......................................................................... 20
3.1.
Simpulan.......................................................................... 20
3.2.
Saran................................................................................ 20
DAFTAR
PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar
Belakang
Transportasi merupakan bagian
yang sangat penting dalam kehidupan kita. Transportasi adalah suatu kegiatan
untuk memindahkan orang atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dan
fasilitas yang digunakan untuk memindahkannya. Perpindahan/pergerakan manusia
merupakan hal yang penting dipikirkan khususnya di daerah perkotaan, sedangkan
angkutan barang sangat penting untuk menunjang kehidupan perekonomian.(google,
diakses 2012).
Transportasi mempunyai karakteristik dan atribut
yang menunjukkan arti dan fungsi spesifiknya. Fungsi utamanya adalah untuk
menghubungkan manusia dengan tata guna lahan.
Jaringan jalan memiliki fungsi yang sangat penting
yaitu sebagai prasarana untuk memindahkan/transportasi orang dan barang, dan
merupakan urat nadi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, sosial, budaya dan
stabilitas nasional, serta upaya pemerataan dan penyebaran pembangunan. Dalam
dimensi yang lebih luas, jaringan jalan mempunyai peranan yang besar dalam
pengembangan suatu wilayah, baik wilayah secara nasional, propinsi, maupun
kabupaten/kota sesuai dengan fungsi dari jaringan jalan tersebut. (C Daniasri – 2008)
Permasalahan di sektor transportasi merupakan
permasalahan yang banyak terjadi di berbagai kota. Bila di suatu wilayah
perkotaan populasinya mengalami pertumbuhan yang cukup pesat, maka secara
linier terjadi pula peningkatan jumlah kendaraan. Hal ini disebabkan karena
adanya pertumbuhan penduduk di daerah perkotaan yang berarti semakin
meningkatnya mobilitas warga masyarakat yang berakibat pada kepemilikan
kendaraan pribadi dan angkutan umum. Sektor transportasi merupakan salah satu
sektor yang memberikan dampak yang cukup besar terhadap lingkungan, terutama
akibat penggunaan bahan bakar fosil yang menjadi penyebab utama terjadinya
pencemaran udara terutama di daerah perkotaan. Pencemaran udara akibat gas
buang akibat lalu lintas dipengaruhi oleh volume lalu lintas, proporsi
kendaraan berat, kecepatan, dan jarak antara sumbu jalan dengan titik yang di
tinjau.
1.2.
Tujuan
Tujuan pembuatan
makalah ini adalah dimaksudkan untuk dapat memberikan arahan dan bimbingan
dalam perencanaan jaringan jalan. Buku panduan ini diharapkan dapat memperjelas
penentuan klasifikasi fungsi jalan, sehingga pelaksanaan tugas pembinaan dan perencanaan
jaringan jalan di wilayah perkotaan dapat lebih terarah.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.
Pengertian
Jaringan Jalan
Jaringan
merupakan serangkaian simpul-simpul, yang dalam hal ini berupa
persimpangan/terminal, yang dihubungkan dengan ruas-ruas jalan/trayek. Untuk
mempermudah mengenal jaringan maka ruas-ruas ataupun simpul-simpul diberi nomor
atau nama tertentu. Penomoran/ penamaaan dilakukan sedemikian sehingga dapat
dengan mudah dikenal dalam bentuk model jaringan jalan. Model jaringan jalan
merupakan penyederhanaan dari model ikonis jaringan jalan yang ada. Model ini
dapat disederhanakan berbentuk ruas-ruas yang lurus, ataupun mengikuti keadaan
sebenarnya. (google,2012).
Jaringan secara umum adalah suatu
konsep matematis yang dapat digunakan untuk menerangkan secara kuantitatif
suatu sistem yang mempunyai karakteristik ruang.
(Kdk Transportasi Jurusan Teknik Sipil
Ft. Untad, 2010).
Pertimbangan
mendasar diusulkannya program ini bagi peningkatan perekonomian wilayah adalah
karena peranan pola dan sistem serta kinerja jaringan jalan merupakan 3 considern
factor penting utama yang harus dilibatkan secara berjenjang bertahap
(terstruktur dan sistematis) serta komprehensif.
Dengan demikian
jelas bahwa jaminan pencapaian peningkatan produktivitas ekonomi dipengaruhi
oleh 1) Penentuan pola pengembangan jaringan jalan 2) penetapan struktur dan
hierarkhi jaringan jalan 3) peningkatan tingkat pelayanan (performance)
jaringan jalan.
Pola jaringan
jalan dalam hal ini sangat dipengaruhi (dapat dibentuk dan/atau ditentukan
secara fisik) oleh sebaran lokasi aktivitas budidaya dan/atau lokasi umber daya
alam serta dibatasi oleh kondisi fisik dasar wilayah (geografis, topografis,
bentang alam, dan lain sebagainya). Dengan demikian jelas bahwa, dalam upaya
efisiensi dan efektivitas perjalanan, penentuan pola jaringan jalan harus
dibatasi oleh aspek lokasi produksi dan distribusi/pemasarannya, baik di
tingkat lokal maupun di tingkat regionalnya.
Adapun penetapan
struktur dan hierarkhi jaringan jalan dalam hal ini dibatasi oleh aspek
administrasi dan aspek operasionalnya, dimana dari aspek administrasi penetapan
struktur dan hierarkhi jaringan jalan ditentukan berdasarkan klasifikasi
fungsional jalan tersebut (arteri, kolektor atau lokal) serta berdasarkan
wewenang pembinaannya (jalan nasional, propinsi atau kabupaten), sedangkan dari
aspek operasionalnya dibatasi oleh sistem layanan angkutannya (angkutan umum,
barang atau pribadi, atau lalu lintas tercampur/mixed traffic.
2.2.
Klasifikasi
Jaringan Jalan
Berdasarkan
Undang-undang RI No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan, Undang-undang RI No. 24 Tahun
1992 tentang Penataan Ruang, Peraturan Pemerintah (PP) No. 47 Tahun 1997
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN), dan Peraturan Pemerintah
(PP) No. 26 Tahun 1985 tentang Jalan, antara lain menyatakan bahwa klasifikasi
jalan dapat dibagi berdasarkan sistem jaringan, peranan, dan wewenang
pembinaannya.(Adnal Shafir Jurusan Teknik Sipil, FTSP, Universitas Gunadarma,2008).
2.1.
Klasifikasi Jalan
Berdasarkan Sistem Jaringan Jalan dan Peran
Berdasarkan sistem jaringannya, jalan
dikelompokkan ke dalam jaringan jalan primer dan jaringan jalan sekunder,
sedangkan berdasarkan peranannya, jalan dikelompokkan kedalam jalan arteri,
jalan kolektor, dan jalan lokal.
a.
Sistem Jaringan Jalan
Primer
Sistem Jaringan Jalan Primer adalah
sistem jaringan jalan yang disusun mengikuti ketentuan pengaturan tata ruang
dan struktur pengembangan wilayah tingkat nasional, yang menghubungkan
simpul-simpul jasa distribusi [PP RI No. 26 Tahun 1985]”.
Simpul-simpul Jasa Distribusi adalah
pusat-pusat kegiatan yang mempunyai jangkauan pelayanan nasional, wilayah, dan
lokal. “Jaringan Jalan Primer yaitu jaringan jalan yang menghubungkan secara
menerus pusat kegiatan nasional, pusat kegiatan wilayah, pusat kegiatan lokal,
dan pusat kegiatan di bawahnya sampai ke persil dalam satu satuan wilayah
pengembangan. ”[Pedoman Konstruksi dan Bangunan Pd T-18-2004-B].
Adapun jenis-jenis dari Sistem Jaringan
Jalan Primer adalah :
1)
Jalan Arteri Primer yaitu
jalan yang secara efisien menghubungkan antar pusat kegiatan nasional atau
antara pusat kegiatan nasional dengan pusat kegiatan wilayah.
2)
Jalan Kolektor Primer yaitu
jalan yang secara efisien menghubungkan antar pusat kegiatan wilayah atau
menghubungkan antara pusat kegiatan wilayah dengan pusat kegiatan lokal.
3)
Jalan Lokal Primer yaitu
jalan yang secara efisien menghubungkan pusat kegiatan nasional dengan persil
atau pusat kegiatan wilayah dengan persil atau pusat kegiatan lokal dengan
pusat kegiatan lokal, pusat kegiatan lokal dengan pusat kegiatan di bawahnya,
pusat kegiatan lokal dengan persil, atau pusat kegiatan di bawahnya sampai persil.
b.
Sistem Jaringan Jalan
Sekunder
Sistem Jaringan Jalan Sekunder adalah
sistem jaringan jalan yang disusun mengikuti ketentuan pengaturan tata ruang
kota yang menghubungkan kawasan-kawasan yang mempunyai fungsi primer, fungsi
sekunder kesatu, fungsi sekunder kedua, fungsi sekunder ketiga dan seterusnya
sampai ke perumahan.” [PP RI No. 26 Tahun 1985].
Adapun jenis-jenis dari Sistem Jaringan
Jalan Sekunder adalah:
1)
Jalan Arteri Sekunder yaitu
jalan yang menghubungkan kawasan primer dengan kawasan sekunder kesatu atau
menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kesatu atau
menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kedua.
2)
Jalan Kolektor Sekunder
yaitu jalan yang menghubungkan kawasan sekunder kedua dengan kawasan sekunder
kedua atau menghubungkan kawasan sekunder kedua dengan kawasan sekunder ketiga.
3)
Jalan Lokal Sekunder yaitu
jalan yang menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan perumahan,
menghubungkan kawasan sekunder dengan perumahan, kawasan sekunder ketiga dan
seterusnya sampai ke perumahan
Secara
konsep kegiatan, skema jaringan jalan antar kota dan dalam kota (perkotaan)
terdapat kesamaan. Hierarki pusat-pusat kegiatan pada jaringan jalan antar kota
berupa kegiatan kota berjenjang, sedangkan pusat-pusat kegiatan pada jaringan
jalan perkotaan berupa kegiatan yang bersifat lokal.
2.2.
Klasifikasi Jalan
Berdasarkan Kewenangan Pembinaan
Berdasarkan
kewenangan pembinaannya, jalan dikelompokkan ke dalam Jalan Nasional, Jalan
Propinsi, dan Jalan Kabupaten/Kota dan Jalan Khusus. [UU RI No.38/ 2004].
a.
Jalan Nasional
Jalan yang mempunyai nilai strategis
terhadap kepentingan nasional, yaitu ruas jalan yang karena tingkat kepentingan
kewenangan pembinaannya berada pada Pemerintah Pusat. Ruas jalan yang termasuk
ke dalam klasifikasi ini adalah jalan umum yang pembinaannya dilakukan oleh
Menteri; jalan arteri primer, dan jalan kolektor primer yang menghubungkan
antar ibukota propinsi.
b.
Jalan Propinsi
Yang termasuk dalam Klasifikasi Jalan
Propinsi, yaitu jalan umum yang pembinaannya dilakukan oleh Pemerintah Daerah;
jalan kolektor primer yang menghubungkan ibukota propinsi dengan ibukota
kabupaten/kotamadya; jalan kolektor primer yang menghubungkan antar ibukota
kabupaten/kotamadya; jalan yang mempunyai nilai strategis terhadap kepentingan
propinsi; dan jalan dalam Daerah Khusus Ibukota Jakarta, kecuali yang termasuk
dalam jalan nasional.
c.
Jalan Kabupaten
Yang termasuk dalam Klasifikasi Jalan
Kabupaten, yaitu jalan kolektor primer yang tidak termasuk jalan nasional dan
propinsi; jalan lokal primer; jalan sekunder lain selain jalan nasional dan
propinsi; dan jalan yang mempunyai nilai strategis terhadap kepentingan
kabupaten.
d.
Jalan Kota
Jaringan Jalan Sekunder di dalam kota.
e.
Jalan Desa
Jaringan Jalan Sekunder di dalam desa.
f.
Jalan Khusus
Jalan yang pembinaannya tidak dilakukan
oleh Menteri maupun Pemerintah Daerah, tetapi dapat oleh instansi, badan hukum,
atau perorangan yang bersangkutan.
Wewenang yang dimaksud meliputi wewenang
kegiatan pembinaan jalan dan kegiatan pengadaan. Kegiatan pembinaan jalan
meliputi penyusunan rencana umum jangka panjang, penyusunan rencana jangka
menengah, penyusunan program, pengadaan, dan pemeliharaan. Kegiatan pengadaan
meliputi perencanaan teknik, pembangunan, penerimaan, penyerahan, dan
pengambil-alihan.
2.3.
Struktur Hierarki Perkotaan
dan Sistem Jaringan Jalan Primer
Dilihat
dari pusat pertumbuhan dan fungsi kota, terdapat pengelompokan kota berdasarkan
Pusat Kegiatan Nasional, Pusat Kegiatan Wilayah dan Pusat Kegiatan Lokal.
Pusat Kegiatan Nasional (PKN)
diklasifikasikan berdasarkan :
§ Pusat yang mempunyai potensi sebagai pintu gerbang ke
kawasan-kawasan internasional dan mempunyai potensi untuk mendorong daerah
sekitarnya.
§ Pusat jasa-jasa pelayanan keuangan/bank yang melayani nasional
atau melayani beberapa propinsi.
§ Pusat pengolahan/pengumpul barang secara nasional atau meliputi
beberapa propinsi.
§ Simpul transportasi secara nasional atau meliputi beberapa
propinsi.
§ Pusat jasa pemerintahan untuk nasional atau meliputi beberapa
propinsi.
§ Pusat jasa-jasa publik yang lain untuk nasional atau meliputi
beberapa propinsi.
Pusat Kegiatan Wilayah (PKW)
diklasifikasikan berdasarkan :
§ Pusat jasa-jasa pelayanan keuangan/bank yang melayani propinsi
atau beberapa kabupaten.
§ Pusat pengolahan/pengumpul barang yang melayani propinsi atau
beberapa kabupaten.
§ Simpul transportasi untuk satu propinsi atau beberapa kabupaten.
§ Pusat jasa pemerintahan untuk satu propinsi atau beberapa
kabupaten.
§ Pusat jasa-jasa yang lain untuk satu propinsi atau beberapa
kabupaten.
Pusat Kegiatan Lokal (PKL)
diklasifikasikan berdasarkan :
§ Pusat jasa-jasa pelayanan keuangan/bank yang melayani satu
kabupaten atau beberapa kecamatan.
§ Pusat pengolahan/pengumpul barang untuk satu kabupaten atau beberapa
kecamatan.
§ Simpul transportasi untuk satu kabupaten atau beberapa kecamatan.
§ Pusat pemerintahan untuk satu kabupaten atau beberapa kecamatan.
§ Bersifat khusus karena mendorong perkembangan sektor strategis
atau kegiatan khusus lainnya di wilayah kabupaten.
Kota di bawah Pusat Kegiatan Lokal (PK
< PKL)
Kota yang berperan melayani sebagian
dari satuan wilayah pengembangannya, dengan kemampuan pelayanan jasa yang lebih
rendah dari pusat kegiatan lokal dan terikat jangkauan serta orientasi yang
mengikuti prinsip-prinsip di atas.” [PP RI No. 47 Tahun 1997].
Menurut Pedoman Penentuan Klasifikasi
Fungsi Jalan di Kawasan Perkotaan Tahun 2004, hubungan antara hierarki
perkotaan dengan peranan ruas jalan penghubungnya dalam sistem jaringan jalan
primer diberikan dalam bentuk matriks pada Tabel 1. dan dalam bentuk diagram
Gambar 1.
Tabel
1. Hubungan Antara Hierarki Kota dengan Peranan Ruas Jalan dalam Sistem
Jaringan Jalan Primer
PERKOTAAN
|
PKN
|
PKW
|
PKL
|
PK<PKL
|
PERSIL
|
PKN
|
Arteri
|
Arteri
|
Lokal
|
Lokal
|
Lokal
|
PKW
|
Arteri
|
Kolektor
|
Kolektor
|
Lokal
|
Lokal
|
PKL
|
Lokal
|
Kolektor
|
Lokal
|
Lokal
|
Lokal
|
PK<
PKL
|
Lokal
|
Lokal
|
Lokal
|
Lokal
|
Lokal
|
PERSIL
|
Lokal
|
Lokal
|
Lokal
|
Lokal
|
Lokal
|
Sumber:
Pedoman Konstruksi dan Bangunan Pd T-18-2004-B
Sumber : Pedoman Konstruksi dan Bangunan
Pd T-18-2004-B
Gambar 1. Sistem Jaringan Jalan Primer
2.4.
Struktur Kawasan
Perkotaan dan Sistem Jaringan Jalan Sekunder
Menurut Pedoman Penentuan Klasifikasi
Fungsi Jalan di Kawasan Perkotaan Tahun 2004, struktur kawasan perkotaan dapat
dibagi dalam beberapa kawasan berdasarkan fungsi dan hierarkinya, antara lain;
Kawasan Primer, Sekunder dan Perumahan.
Kawasan Perkotaan adalah kawasan yang
mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai
tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa
pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi.
Kawasan Primer adalah kawasan kota yang
mempunyai fungsi primer; fungsi primer sebuah kota dihubungkan dengan pelayanan
terhadap warga kota itu sendiri yang lebih berorientasi ke
dalam dan jangkauan lokal; fungsi primer dan fungsi sekunder harus tersusun
teratur dan tidak terbaurkan; fungsi primer, fungsi sekunder kesatu, fungsi
sekunder kedua dan seterusnya terikat dalam satu hubungan hierarki.
Kawasan Sekunder adalah kawasan kota
yang mempunyai fungsi sekunder; fungsi sekunder sebuah kota dihubungkan dengan
pelayanan terhadap warga kota itu sendiri yang lebih berorientasi ke dalam dan
jangkauan lokal; fungsi ini dapat mengandung fungsi yang terkait pada pelayanan
jasa yang bersifat pertahanan keamanan yang selanjutnya disebut fungsi sekunder
yang bersifat khusus; fungsi primer dan fungsi sekunder harus tersusun teratur
dan tidak terbaurkan; fungsi primer, fungsi sekunder kesatu, fungsi sekunder kedua
dan seterusnya terikat dalam satu hubungan hierarki.
Fungsi Primer adalah fungsi kota dalam
hubungannya dengan kedudukan kota sebagai pusat pelayanan jasa bagi kebutuhan
pelayanan kota, dan wilayah pengembangannya.
Fungsi Sekunder adalah fungsi kota dalam
hubungannya dengan kedudukan kota sebagai pusat pelayanan jasa bagi kebutuhan
penduduk kota itu sendiri.
Wilayah adalah ruang yang merupakan
kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait pada yang batas dan sistemnya
ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsional.”
[Undang-undang RI No. 24 Tahun 1992].
Hubungan antara kawasan perkotaan dengan
peranan ruas jalan dalam sistem jaringan jalan sekunder diberikan pada Tabel 2.
dan Gambar 2. Tabel 2. disajikan dalam bentuk matriks dan Gambar 4. disajikan
dalam bentuk diagram.
Tabel
2. Hubungan Antara Kawasan Perkotaan dengan Peranan Ruas Jalan dalam Sistem
Jaringan Jalan Sekunder
KAWASAN
|
PRIMER
|
SEKUNDER
|
SEKUNDER
|
SEKUNDER
|
PERUMAHAN
|
I
|
II
|
III
|
|||
(F1)
|
(F2.1)
|
(F2.2)
|
(F2.3)
|
||
PRIMER (F1)
|
-
|
Arteri
|
-
|
-
|
-
|
SEKUNDER (F2.1)
|
Arteri
|
Arteri
|
Arteri
|
-
|
Lokal
|
SEKUNDER (F2.2)
|
-
|
Arteri
|
Kolektor
|
Kolektor
|
Lokal
|
SEKUNDER (F2.3)
|
-
|
-
|
Kolektor
|
Kolektor
|
Lokal
|
PERUMAHAN
|
-
|
Lokal
|
Lokal
|
Lokal
|
Lokal
|
Sumber : Pedoman Konstruksi dan
Bangunan Pd T-18-2004
Sumber : Pedoman
Konstruksi dan Bangunan Pd T-18-2004-B
Gambar 2. Sistem Jaringan Jalan Sekunder
2.5
Kriteria Penetapan
Klasifikasi Fungsi Jalan
Pedoman Penentuan Klasifikasi Fungsi
Jalan di Kawasan Perkotaan No. Pd T-18-2004-B Tahun 2004 telah menetapkan
kriteria dalam menentukan klasifikasi fungsi jalan di perkotaan berdasarkan
sistem jaringan dan peran jalan secara nasional. Kriteria ini dimaksudkan
sebagai ciri-ciri umum yang diharapkan pada masing-masing fungsi jalan dan
merupakan arahan yang perlu dipenuhi atau didekati oleh setiap wilayah
perkotaan dalam menentukan klasifikasi fungsi jalan di wilayahnya. Sketsa
hipotesis hierarki jalan kota dapat dilihat pada Gambar 3.
Sumber : Pedoman Konstruksi dan Bangunan Pd T-18-2004-B
Gambar 3.
Sketsa Hipotesis Hierarki Jalan Perkotaan
1.
Sistem Jaringan Jalan
Primer
Berdasarkan peran jalan, Sistem Jaringan Jalan Primer mempunyai
hierarki Jalan Arteri Primer, Kolektor Primer dan Lokal Primer.
a.
Jalan Arteri Primer
Untuk penentuan Klasifikasi Fungsi Jalan
Arteri Primer harus memenuhi persyaratan kriteria sebagai berikut :
1.
Jalan arteri primer didesain
berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 60 km/h.
2.
Lebar badan jalan arteri
primer paling rendah 11 m.
3.
Jumlah jalan masuk ke jalan
arteri primer dibatasi secara efisien; jarak antar jalan masuk/akses langsung
tidak boleh lebih pendek dari 500 m.
4.
Persimpangan pada jalan
arteri primer diatur dengan pengaturan tertentu yang sesuai dengan volume lalu
lintasnya.
5.
Jalan arteri primer
mempunyai kapasitas yang lebih besar dari volume lalu lintas rata-rata.
6.
Besarnya volume lalu lintas
harian rata-rata pada umumnya lebih besar dari fungsi jalan yang lain.
7.
Harus mempunyai perlengkapan
jalan yang cukup seperti rambu, marka, lampu pengatur lalu lintas, lampu
penerangan jalan dan lain-lain.
8.
Jalur khusus seharusnya
disediakan, yang dapat digunakan untuk sepeda dan kendaraan lambat lainnya.
9.
Jalan arteri primer
seharusnya dilengkapi dengan median jalan.
Ciri-ciri Jalan Arteri Primer terdiri
atas :
1.
Jalan arteri primer dalam
kota merupakan terusan jalan arteri primer luar kota.
2.
Jalan arteri primer melalui
atau menuju kawasan primer.
3.
Lalu lintas jarak jauh pada
jalan arteri primer adalah lalu lintas regional; untuk itu, lalu lintas
tersebut tidak boleh terganggu oleh lalu lintas lokal, dari kegiatan lokal.
4.
Kendaraan angkutan barang
berat dan kendaraan umum bus dapat diijinkan melalui jalan ini.
5.
Lokasi berhenti dan parkir
pada badan jalan tidak diijinkan.
6.
Jalan arteri primer
dilengkapi dengan tempat istirahat pada setiap jarak 25 km.
b.
Jalan Kolektor Primer
Untuk penentuan Klasifikasi Fungsi Jalan Kolektor Primer harus
memenuhi persyaratan kriteria sebagai berikut :
1.
Jalan kolektor primer
didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 40 km/h.
2.
Lebar badan jalan kolektor
primer paling rendah 9 m.
3.
Jumlah jalan masuk ke jalan
kolektor primer dibatasi secara efisien; jarak antar jalan masuk/akses langsung
tidak boleh lebih pendek dari 400 m.
4.
Persimpangan pada jalan
kolektor primer diatur dengan pengaturan tertentu yang sesuai dengan volume
lalu lintasnya.
5.
Jalan kolektor primer
mempunyai kapasitas yang lebih besar dari volume lalu lintas rata-rata.
6.
Besarnya volume lalu lintas
harian rata-rata pada umumnya lebih rendah dari jalan arteri primer.
7.
Harus mempunyai perlengkapan
jalan yang cukup seperti rambu, marka, lampu pengatur lalu lintas, dan lampu
penerangan jalan.
Dianjurkan tersedianya jalur khusus yang dapat digunakan untuk
sepeda dan kendaraan lambat lainnya.
Ciri-ciri Jalan Kolektor Primer terdiri
atas :
1.
Jalan kolektor primer dalam
kota merupakan terusan jalan kolektor primer luar kota.
2.
Jalan kolektor primer
melalui atau menuju kawasan primer atau jalan arteri primer.
3.
Kendaraan angkutan barang
berat dan kendaraan umum bus dapat diijinkan melalui jalan ini.
4.
Lokasi parkir pada badan
jalan sangat dibatasi dan seharusnya tidak diijinkan pada jam sibuk.
c.
Jalan Lokal Primer
Untuk penentuan Klasifikasi Fungsi Jalan Lokal Primer harus
memenuhi persyaratan kriteria sebagai berikut :
1.
Jalan lokal primer didesain
berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 20 km/h.
2.
Lebar badan jalan lokal
primer paling rendah 6,5 m.
3.
Besarnya volume lalu lintas
harian rata-rata pada umumnya paling rendah pada sistem primer.
Ciri-ciri Jalan Lokal Primer terdiri
atas :
1.
Jalan lokal primer dalam
kota merupakan terusan jalan lokal primer luar kota.
2.
Jalan lokal primer melalui
atau menuju kawasan primer atau jalan primer lainnya.
3.
Kendaraan angkutan barang
dan kendaraan umum bus dapat diijinkan melalui jalan ini.
2.
Sistem Jaringan Jalan
Sekunder
Berdasarkan peran jalan, Sistem Jaringan Jalan Primer mempunyai
hierarki Jalan Arteri Primer, Kolektor Primer dan Lokal Primer.
a.
Jalan Arteri Sekunder
Untuk penentuan Klasifikasi Fungsi Jalan Arteri Sekunder harus
memenuhi persyaratan kriteria sebagai berikut :
1.
Jalan arteri sekunder
didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 30 km/h.
2.
Lebar badan jalan arteri
sekunder paling rendah 11 m.
3.
Akses langsung dibatasi
tidak boleh lebih pendek dari 250 m.
4.
Persimpangan pada jalan
arteri sekunder diatur dengan pengaturan tertentu yang sesuai dengan volume
lalu lintasnya.
5.
Jalan arteri sekunder
mempunyai kapasitas yang lebih besar dari volume lalu lintas rata-rata.
6.
Besarnya volume lalu lintas
harian rata-rata pada umumnya paling besar dari sistem jalan sekunder yang
lain.
7.
Harus mempunyai perlengkapan
jalan yang cukup seperti rambu, marka, lampu pengatur lalu lintas, dan lampu
penerangan jalan dan lain-lain.
8.
Dianjurkan tersedianya jalur
khusus yang dapat digunakan untuk sepeda dan kendaraan lambat lainnya.
9.
Jarak selang dengan kelas
jalan yang sejenis lebih besar dari jarak selang dengan kelas jalan yang lebih
rendah.
Ciri-ciri Jalan Arteri Sekunder terdiri
atas :
1.
Jalan arteri sekunder
menghubungkan kawasan primer dengan kawasan sekunder kesatul; antar kawasan
sekunder kesatu; kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kedua; jalan
arteri/kolektor primer dengan kawasan sekunder kesatu.
2.
Lalu lintas cepat pada jalan
arteri sekunder tidak boleh terganggu oleh lalu lintas lambat.
3.
Kendaraan angkutan barang
ringan dan kendaraan umum bus untuk pelayanan kota dapat diijinkan melalui
jalan ini.
4.
Lokasi berhenti dan parkir
pada badan jalan sangat dibatasi dan seharusnya tidak diijinkan pada jam sibuk.
b.
Jalan Kolektor Sekunder
Untuk
penentuan Klasifikasi Fungsi Jalan Kolektor Sekunder harus memenuhi persyaratan
kriteria sebagai berikut :
1.
Jalan kolektor sekunder
didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 20 km/h.
2.
Lebar badan jalan kolektor
sekunder paling rendah 9 m.
3.
Besarnya volume lalu lintas
harian rata-rata pada umumnya lebih rendah dari sistem primer dan arteri
sekunder.
4.
Harus mempunyai perlengkapan
jalan yang cukup.
Ciri-ciri Jalan Kolektor Sekunder
terdiri atas :
1.
Jalan kolektor sekunder
menghubungkan antar kawasan sekunder kedua; kawasan sekunder kedua dengan
kawasan sekunder ketiga; kendaraan angkutan barang berat tidak diijinkan
melalui fungsi jalan ini di daerah pemukiman.
2.
Lokasi parkir pada badan
jalan dibatasi.
c.
Jalan Lokal Sekunder
Untuk penentuan Klasifikasi Fungsi Jalan Lokal Sekunder harus
memenuhi persyaratan kriteria sebagai berikut :
1.
Jalan lokal sekunder
didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 10 km/h.
2.
Lebar badan jalan lokal
sekunder paling rendah 6,5 m.
3.
Besarnya volume lalu lintas
harian rata-rata pada umumnya paling rendah dibandingkan dengan fungsi jalan
lain.
Ciri-ciri Jalan Lokal Sekunder terdiri
atas :
1.
Jalan lokal sekunder
menghubungkan antar kawasan sekunder ketiga atau dibawahnya; kawasan sekunder
dengan perumahan.
2.
Kendaraan angkutan barang
berat dan bus tidak diijinkan melalui fungsi jalan ini di daerah pemukiman.
2.6 Data-data yang
Diperlukan pada Pembinaan Jaringan Jalan
Data-data yang dimaksud meliputi
data-data yang bersifat peraturan perundangan yang berlaku, keputusan-keputusan
menteri terkait, buku pedoman dan data-data umum wilayah.
Peraturan perundang-undangan yang
mengatur jalan, adalah :
1.
Undang-undang No. 38 Tahun
2004 tentang Jalan.
2.
Undang-undang No. 24 Tahun
1992 tentang Penataan Ruang.
3.
Undang-undang No. 22 Tahun
1999 tentang Pemerintahan Daerah.
4.
Peraturan Pemerintah No. 26
Tahun 1985 tentang Jalan.
5.
Peraturan Pemerintah No. 47
Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN).
Selain peraturan perundangan, juga
direview literatur-literatur lain yang berhubungan dengan penetapan peran dan
status ruas jalan seperti Panduan Penentuan Klasifikasi Fungsi Jalan di Wilayah
Perkotaan yang dikeluarkan oleh Ditjen Bina Marga No. 010/T/BNKT/1990 dan
kemudian disempurnakan dalam bentuk Pedoman Penentuan Klasifikasi Fungsi Jalan
di Kawasan Perkotaan yang dikeluarkan oleh Departemen Permukiman dan Prasarana
Wilayah No. Pd T-18-2004-B.
Data-data yang berkaitan langsung dengan
obyek penelitian lapangan (data primer), yaitu : Data-data teknis jalan,
seperti Lebar Perkerasan Jalan, Kecepatan Perjalanan, dan Volume Lalu lintas.
BAB
III
PENUTUP
3.1.
Simpulan
Setelah menulis BAB II
dapat dismpulkan beberapa point penting dalam mempelajari jaringan jalan dan
pembinaannya dalam system manajemen jalan, yaitu sebagai berikut:
1.
Jaringan merupakan serangkaian
simpul-simpul, yang dalam hal ini berupa persimpangan/terminal, yang
dihubungkan dengan ruas-ruas jalan/trayek.
2.
Pola jaringan jalan sangat dipengaruhi
(dapat dibentuk dan/atau ditentukan secara fisik) oleh sebaran lokasi aktivitas
budidaya dan/atau lokasi umber daya alam serta dibatasi oleh kondisi fisik
dasar wilayah (geografis, topografis, bentang alam, dan lain sebagainya).
3.
Pengklasifikasi jalan dapat dibagi
berdasarkan sistem jaringan, peranan, dan wewenang pembinaannya.
3.2.
Saran
Hendaknya sebelum
membangun sebuah proyek terlebih dahulu memrencanakan system manajemen pada
pembangunan jaringan jalan dengan baik, terlebih jika pembangunannya di
perkotaan jika tidak ditakutkan akan terjadi jaringan jalan yang semrawut.
DAFTAR
PUSTAKA
Bina Marga, No. 010/T/BNKT/1990. Panduan Penentuan Klasifikasi Fungsi Jalan Di Wilayah Perkotaan. Google
diakses tanggal 18 januari.
Shafir,
Adnal. 2008. Penentuan Klasifikasi Fungsi
Jaringan Jalan Perkotaan Studi Kasus Kota Banda Aceh (Artikel) Google
diakses tanggal 18 Januari.
Bagus...lanjutkan..
BalasHapusRiyadhsyah