Rabu, 25 April 2012

JARINGAN JALAN & PEMBINAANYA



Makalah

JARINGAN JALAN & PEMBINAANYA
SISTEM MANAJEMEN JALAN

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat-syarat Yang Diperlukan
Untuk Melengkapi Kurikulum Pada Semester V

Oleh :
Nama      : Hasliani
Nim         : 090411004
Prodi       : DIV Perancangan Jalan Dan
 Jembatan
Kelas       : DIV/VA



KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL
POLITEKNIK NEGERI LHOKSEUMAWE
JURUSAN TEKNIK SIPIL
2012



KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
            Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kekuatan dan kesehatan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Jaringan Jalan dan Pembinaanya”. Shalawat dan salam tidak lupa pula penulis sanjung sajikan kepangkuan Nabi Muhammad SAW yang telah membawa umatnya dari alam kebodohan ke alam yang penuh dengan ilmu pengetahuan.
Dalam penyelesaian makalah ini, penulis menyadari adanya kekurangan dan jauh dari kesempurnaan, baik dari segi penyampaian materi, penulisan, maupun pembahasannya, disebabkan keterbatasan ilmu dan kemampuan yang ada, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritikan dan saran yang bersifat kontruksif demi penyempurnaan makalah ini.
Dalam menyelesaikan makalah ini penulis cukup banyak mendapatkan bimbingan dan bantuan baik secara moril maupun material. Oleh sebab itu penulis mempersembahkan ucapan terima kasih kepada dosen pembimbing, yaitu Bapak Teuku Riyadhsyah, S.T.M.T selaku pembimbing saya. Sekali lagi penulis ucapkan syukur kepada Illahi Rabbi semoga ilmu yang didapatkan mendatangkan makna dan manfaat dalam kehidupan, terima kasih.
Wassalamualaikum Warahmatullaahi Wabarakatuh.
                      Buket Rata, Januari 2012
Penulis


Hasliani
090411004

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................                i
DAFTAR ISI....................................................................................             ii
BAB I PENDAHULUAN...............................................................              1
1.1.   Latar Belakang................................................................             1
1.2.   Tujuan..............................................................................             2

BAB II PEMBAHASAN.................................................................              3
2.1.   Pengertian Jaringan Jalan..............................................             3
2.2.   Klasifikasi Jaringan Jalan..............................................             4
2.3.   Struktur Hirarki Perkotaan dan Sistem Jaringan
Primer...............................................................................             8
2.4     Struktur Kawasan Perkotaan dan Sistem Jaringan
Sekunder..........................................................................             10
2.5     Kriteria Penetapan Klasifikasi Fungsi Jalan................             13
2.6     Data-data yang diperlukan pada Pembinaan
Jaringan Jalan.................................................................             19

BAB III PENUTUP.........................................................................             20
3.1.   Simpulan..........................................................................             20
3.2.   Saran................................................................................             20

DAFTAR PUSTAKA


BAB I
PENDAHULUAN

1.1.            Latar Belakang
Transportasi merupakan bagian yang sangat penting dalam kehidupan kita. Transportasi adalah suatu kegiatan untuk memindahkan orang atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dan fasilitas yang digunakan untuk memindahkannya. Perpindahan/pergerakan manusia merupakan hal yang penting dipikirkan khususnya di daerah perkotaan, sedangkan angkutan barang sangat penting untuk menunjang kehidupan perekonomian.(google, diakses 2012).
Transportasi mempunyai karakteristik dan atribut yang menunjukkan arti dan fungsi spesifiknya. Fungsi utamanya adalah untuk menghubungkan manusia dengan tata guna lahan.
Jaringan jalan memiliki fungsi yang sangat penting yaitu sebagai prasarana untuk memindahkan/transportasi orang dan barang, dan merupakan urat nadi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, sosial, budaya dan stabilitas nasional, serta upaya pemerataan dan penyebaran pembangunan. Dalam dimensi yang lebih luas, jaringan jalan mempunyai peranan yang besar dalam pengembangan suatu wilayah, baik wilayah secara nasional, propinsi, maupun kabupaten/kota sesuai dengan fungsi dari jaringan jalan tersebut. (C Daniasri2008)
Permasalahan di sektor transportasi merupakan permasalahan yang banyak terjadi di berbagai kota. Bila di suatu wilayah perkotaan populasinya mengalami pertumbuhan yang cukup pesat, maka secara linier terjadi pula peningkatan jumlah kendaraan. Hal ini disebabkan karena adanya pertumbuhan penduduk di daerah perkotaan yang berarti semakin meningkatnya mobilitas warga masyarakat yang berakibat pada kepemilikan kendaraan pribadi dan angkutan umum. Sektor transportasi merupakan salah satu sektor yang memberikan dampak yang cukup besar terhadap lingkungan, terutama akibat penggunaan bahan bakar fosil yang menjadi penyebab utama terjadinya pencemaran udara terutama di daerah perkotaan. Pencemaran udara akibat gas buang akibat lalu lintas dipengaruhi oleh volume lalu lintas, proporsi kendaraan berat, kecepatan, dan jarak antara sumbu jalan dengan titik yang di tinjau.


1.2.            Tujuan
Tujuan pembuatan makalah ini adalah dimaksudkan untuk dapat memberikan arahan dan bimbingan dalam perencanaan jaringan jalan. Buku panduan ini diharapkan dapat memperjelas penentuan klasifikasi fungsi jalan, sehingga pelaksanaan tugas pembinaan dan perencanaan jaringan jalan di wilayah perkotaan dapat lebih terarah.


BAB II
PEMBAHASAN

2.1.            Pengertian Jaringan Jalan
Jaringan merupakan serangkaian simpul-simpul, yang dalam hal ini berupa persimpangan/terminal, yang dihubungkan dengan ruas-ruas jalan/trayek. Untuk mempermudah mengenal jaringan maka ruas-ruas ataupun simpul-simpul diberi nomor atau nama tertentu. Penomoran/ penamaaan dilakukan sedemikian sehingga dapat dengan mudah dikenal dalam bentuk model jaringan jalan. Model jaringan jalan merupakan penyederhanaan dari model ikonis jaringan jalan yang ada. Model ini dapat disederhanakan berbentuk ruas-ruas yang lurus, ataupun mengikuti keadaan sebenarnya. (google,2012).
Jaringan secara umum adalah suatu konsep matematis yang dapat digunakan untuk menerangkan secara kuantitatif suatu sistem yang mempunyai karakteristik ruang. (Kdk Transportasi Jurusan Teknik Sipil Ft. Untad, 2010).
Pertimbangan mendasar diusulkannya program ini bagi peningkatan perekonomian wilayah adalah karena peranan pola dan sistem serta kinerja jaringan jalan merupakan 3 considern factor penting utama yang harus dilibatkan secara berjenjang bertahap (terstruktur dan sistematis) serta komprehensif.
Dengan demikian jelas bahwa jaminan pencapaian peningkatan produktivitas ekonomi dipengaruhi oleh 1) Penentuan pola pengembangan jaringan jalan 2) penetapan struktur dan hierarkhi jaringan jalan 3) peningkatan tingkat pelayanan (performance) jaringan jalan.
Pola jaringan jalan dalam hal ini sangat dipengaruhi (dapat dibentuk dan/atau ditentukan secara fisik) oleh sebaran lokasi aktivitas budidaya dan/atau lokasi umber daya alam serta dibatasi oleh kondisi fisik dasar wilayah (geografis, topografis, bentang alam, dan lain sebagainya). Dengan demikian jelas bahwa, dalam upaya efisiensi dan efektivitas perjalanan, penentuan pola jaringan jalan harus dibatasi oleh aspek lokasi produksi dan distribusi/pemasarannya, baik di tingkat lokal maupun di tingkat regionalnya.  
Adapun penetapan struktur dan hierarkhi jaringan jalan dalam hal ini dibatasi oleh aspek administrasi dan aspek operasionalnya, dimana dari aspek administrasi penetapan struktur dan hierarkhi jaringan jalan ditentukan berdasarkan klasifikasi fungsional jalan tersebut (arteri, kolektor atau lokal) serta berdasarkan wewenang pembinaannya (jalan nasional, propinsi atau kabupaten), sedangkan dari aspek operasionalnya dibatasi oleh sistem layanan angkutannya (angkutan umum, barang atau pribadi, atau lalu lintas tercampur/mixed traffic.


2.2.            Klasifikasi Jaringan Jalan
Berdasarkan Undang-undang RI No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan, Undang-undang RI No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang, Peraturan Pemerintah (PP) No. 47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN), dan Peraturan Pemerintah (PP) No. 26 Tahun 1985 tentang Jalan, antara lain menyatakan bahwa klasifikasi jalan dapat dibagi berdasarkan sistem jaringan, peranan, dan wewenang pembinaannya.(Adnal Shafir Jurusan Teknik Sipil, FTSP, Universitas Gunadarma,2008).

2.1.            Klasifikasi Jalan Berdasarkan Sistem Jaringan Jalan dan Peran
Berdasarkan sistem jaringannya, jalan dikelompokkan ke dalam jaringan jalan primer dan jaringan jalan sekunder, sedangkan berdasarkan peranannya, jalan dikelompokkan kedalam jalan arteri, jalan kolektor, dan jalan lokal.
a.      Sistem Jaringan Jalan Primer
Sistem Jaringan Jalan Primer adalah sistem jaringan jalan yang disusun mengikuti ketentuan pengaturan tata ruang dan struktur pengembangan wilayah tingkat nasional, yang menghubungkan simpul-simpul jasa distribusi [PP RI No. 26 Tahun 1985]”.
Simpul-simpul Jasa Distribusi adalah pusat-pusat kegiatan yang mempunyai jangkauan pelayanan nasional, wilayah, dan lokal. “Jaringan Jalan Primer yaitu jaringan jalan yang menghubungkan secara menerus pusat kegiatan nasional, pusat kegiatan wilayah, pusat kegiatan lokal, dan pusat kegiatan di bawahnya sampai ke persil dalam satu satuan wilayah pengembangan. ”[Pedoman Konstruksi dan Bangunan Pd T-18-2004-B].
Adapun jenis-jenis dari Sistem Jaringan Jalan Primer adalah :
1)         Jalan Arteri Primer yaitu jalan yang secara efisien menghubungkan antar pusat kegiatan nasional atau antara pusat kegiatan nasional dengan pusat kegiatan wilayah.
2)         Jalan Kolektor Primer yaitu jalan yang secara efisien menghubungkan antar pusat kegiatan wilayah atau menghubungkan antara pusat kegiatan wilayah dengan pusat kegiatan lokal.
3)         Jalan Lokal Primer yaitu jalan yang secara efisien menghubungkan pusat kegiatan nasional dengan persil atau pusat kegiatan wilayah dengan persil atau pusat kegiatan lokal dengan pusat kegiatan lokal, pusat kegiatan lokal dengan pusat kegiatan di bawahnya, pusat kegiatan lokal dengan persil, atau pusat kegiatan di bawahnya sampai persil.

b.            Sistem Jaringan Jalan Sekunder
Sistem Jaringan Jalan Sekunder adalah sistem jaringan jalan yang disusun mengikuti ketentuan pengaturan tata ruang kota yang menghubungkan kawasan-kawasan yang mempunyai fungsi primer, fungsi sekunder kesatu, fungsi sekunder kedua, fungsi sekunder ketiga dan seterusnya sampai ke perumahan.” [PP RI No. 26 Tahun 1985].
Adapun jenis-jenis dari Sistem Jaringan Jalan Sekunder adalah:
1)      Jalan Arteri Sekunder yaitu jalan yang menghubungkan kawasan primer dengan kawasan sekunder kesatu atau menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kesatu atau menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kedua.
2)      Jalan Kolektor Sekunder yaitu jalan yang menghubungkan kawasan sekunder kedua dengan kawasan sekunder kedua atau menghubungkan kawasan sekunder kedua dengan kawasan sekunder ketiga.
3)      Jalan Lokal Sekunder yaitu jalan yang menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan perumahan, menghubungkan kawasan sekunder dengan perumahan, kawasan sekunder ketiga dan seterusnya sampai ke perumahan

Secara konsep kegiatan, skema jaringan jalan antar kota dan dalam kota (perkotaan) terdapat kesamaan. Hierarki pusat-pusat kegiatan pada jaringan jalan antar kota berupa kegiatan kota berjenjang, sedangkan pusat-pusat kegiatan pada jaringan jalan perkotaan berupa kegiatan yang bersifat lokal.


2.2.            Klasifikasi Jalan Berdasarkan Kewenangan Pembinaan
Berdasarkan kewenangan pembinaannya, jalan dikelompokkan ke dalam Jalan Nasional, Jalan Propinsi, dan Jalan Kabupaten/Kota dan Jalan Khusus. [UU RI No.38/ 2004].

a.            Jalan Nasional
Jalan yang mempunyai nilai strategis terhadap kepentingan nasional, yaitu ruas jalan yang karena tingkat kepentingan kewenangan pembinaannya berada pada Pemerintah Pusat. Ruas jalan yang termasuk ke dalam klasifikasi ini adalah jalan umum yang pembinaannya dilakukan oleh Menteri; jalan arteri primer, dan jalan kolektor primer yang menghubungkan antar ibukota propinsi.

b.            Jalan Propinsi
Yang termasuk dalam Klasifikasi Jalan Propinsi, yaitu jalan umum yang pembinaannya dilakukan oleh Pemerintah Daerah; jalan kolektor primer yang menghubungkan ibukota propinsi dengan ibukota kabupaten/kotamadya; jalan kolektor primer yang menghubungkan antar ibukota kabupaten/kotamadya; jalan yang mempunyai nilai strategis terhadap kepentingan propinsi; dan jalan dalam Daerah Khusus Ibukota Jakarta, kecuali yang termasuk dalam jalan nasional.


c.             Jalan Kabupaten
Yang termasuk dalam Klasifikasi Jalan Kabupaten, yaitu jalan kolektor primer yang tidak termasuk jalan nasional dan propinsi; jalan lokal primer; jalan sekunder lain selain jalan nasional dan propinsi; dan jalan yang mempunyai nilai strategis terhadap kepentingan kabupaten.

d.            Jalan Kota
Jaringan Jalan Sekunder di dalam kota.

e.             Jalan Desa
Jaringan Jalan Sekunder di dalam desa.

f.             Jalan Khusus
Jalan yang pembinaannya tidak dilakukan oleh Menteri maupun Pemerintah Daerah, tetapi dapat oleh instansi, badan hukum, atau perorangan yang bersangkutan.

Wewenang yang dimaksud meliputi wewenang kegiatan pembinaan jalan dan kegiatan pengadaan. Kegiatan pembinaan jalan meliputi penyusunan rencana umum jangka panjang, penyusunan rencana jangka menengah, penyusunan program, pengadaan, dan pemeliharaan. Kegiatan pengadaan meliputi perencanaan teknik, pembangunan, penerimaan, penyerahan, dan pengambil-alihan.








2.3.            Struktur Hierarki Perkotaan dan Sistem Jaringan Jalan Primer
Dilihat dari pusat pertumbuhan dan fungsi kota, terdapat pengelompokan kota berdasarkan Pusat Kegiatan Nasional, Pusat Kegiatan Wilayah dan Pusat Kegiatan Lokal.
Pusat Kegiatan Nasional (PKN) diklasifikasikan berdasarkan :
§  Pusat yang mempunyai potensi sebagai pintu gerbang ke kawasan-kawasan internasional dan mempunyai potensi untuk mendorong daerah sekitarnya.
§  Pusat jasa-jasa pelayanan keuangan/bank yang melayani nasional atau melayani beberapa propinsi.
§  Pusat pengolahan/pengumpul barang secara nasional atau meliputi beberapa propinsi.
§  Simpul transportasi secara nasional atau meliputi beberapa propinsi.
§  Pusat jasa pemerintahan untuk nasional atau meliputi beberapa propinsi.
§  Pusat jasa-jasa publik yang lain untuk nasional atau meliputi beberapa propinsi.

Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) diklasifikasikan berdasarkan :
§  Pusat jasa-jasa pelayanan keuangan/bank yang melayani propinsi atau beberapa kabupaten.
§  Pusat pengolahan/pengumpul barang yang melayani propinsi atau beberapa kabupaten.
§  Simpul transportasi untuk satu propinsi atau beberapa kabupaten.
§  Pusat jasa pemerintahan untuk satu propinsi atau beberapa kabupaten.
§  Pusat jasa-jasa yang lain untuk satu propinsi atau beberapa kabupaten.

Pusat Kegiatan Lokal (PKL) diklasifikasikan berdasarkan :
§  Pusat jasa-jasa pelayanan keuangan/bank yang melayani satu kabupaten atau beberapa kecamatan.
§  Pusat pengolahan/pengumpul barang untuk satu kabupaten atau beberapa kecamatan.
§  Simpul transportasi untuk satu kabupaten atau beberapa kecamatan.
§  Pusat pemerintahan untuk satu kabupaten atau beberapa kecamatan.
§  Bersifat khusus karena mendorong perkembangan sektor strategis atau kegiatan khusus lainnya di wilayah kabupaten.

Kota di bawah Pusat Kegiatan Lokal (PK < PKL)
Kota yang berperan melayani sebagian dari satuan wilayah pengembangannya, dengan kemampuan pelayanan jasa yang lebih rendah dari pusat kegiatan lokal dan terikat jangkauan serta orientasi yang mengikuti prinsip-prinsip di atas.” [PP RI No. 47 Tahun 1997].
Menurut Pedoman Penentuan Klasifikasi Fungsi Jalan di Kawasan Perkotaan Tahun 2004, hubungan antara hierarki perkotaan dengan peranan ruas jalan penghubungnya dalam sistem jaringan jalan primer diberikan dalam bentuk matriks pada Tabel 1. dan dalam bentuk diagram Gambar 1.

Tabel 1. Hubungan Antara Hierarki Kota dengan Peranan Ruas Jalan dalam Sistem Jaringan Jalan Primer
PERKOTAAN
PKN
PKW
PKL
PK<PKL
PERSIL
PKN
Arteri
Arteri
Lokal
Lokal
Lokal
PKW
Arteri
Kolektor
Kolektor
Lokal
Lokal
PKL
Lokal
Kolektor
Lokal
Lokal
Lokal
PK< PKL
Lokal
Lokal
Lokal
Lokal
Lokal
PERSIL
Lokal
Lokal
Lokal
Lokal
Lokal
Sumber: Pedoman Konstruksi dan Bangunan Pd T-18-2004-B

Sumber : Pedoman Konstruksi dan Bangunan Pd T-18-2004-B
Gambar 1. Sistem Jaringan Jalan Primer


2.4.            Struktur Kawasan Perkotaan dan Sistem Jaringan Jalan Sekunder
Menurut Pedoman Penentuan Klasifikasi Fungsi Jalan di Kawasan Perkotaan Tahun 2004, struktur kawasan perkotaan dapat dibagi dalam beberapa kawasan berdasarkan fungsi dan hierarkinya, antara lain; Kawasan Primer, Sekunder dan Perumahan.
Kawasan Perkotaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi.
Kawasan Primer adalah kawasan kota yang mempunyai fungsi primer; fungsi primer sebuah kota dihubungkan dengan pelayanan terhadap warga kota itu sendiri yang lebih berorientasi ke dalam dan jangkauan lokal; fungsi primer dan fungsi sekunder harus tersusun teratur dan tidak terbaurkan; fungsi primer, fungsi sekunder kesatu, fungsi sekunder kedua dan seterusnya terikat dalam satu hubungan hierarki.
Kawasan Sekunder adalah kawasan kota yang mempunyai fungsi sekunder; fungsi sekunder sebuah kota dihubungkan dengan pelayanan terhadap warga kota itu sendiri yang lebih berorientasi ke dalam dan jangkauan lokal; fungsi ini dapat mengandung fungsi yang terkait pada pelayanan jasa yang bersifat pertahanan keamanan yang selanjutnya disebut fungsi sekunder yang bersifat khusus; fungsi primer dan fungsi sekunder harus tersusun teratur dan tidak terbaurkan; fungsi primer, fungsi sekunder kesatu, fungsi sekunder kedua dan seterusnya terikat dalam satu hubungan hierarki.
Fungsi Primer adalah fungsi kota dalam hubungannya dengan kedudukan kota sebagai pusat pelayanan jasa bagi kebutuhan pelayanan kota, dan wilayah pengembangannya.
Fungsi Sekunder adalah fungsi kota dalam hubungannya dengan kedudukan kota sebagai pusat pelayanan jasa bagi kebutuhan penduduk kota itu sendiri.
Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait pada yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsional.” [Undang-undang RI No. 24 Tahun 1992].
Hubungan antara kawasan perkotaan dengan peranan ruas jalan dalam sistem jaringan jalan sekunder diberikan pada Tabel 2. dan Gambar 2. Tabel 2. disajikan dalam bentuk matriks dan Gambar 4. disajikan dalam bentuk diagram.

Tabel 2. Hubungan Antara Kawasan Perkotaan dengan Peranan Ruas Jalan dalam Sistem Jaringan Jalan Sekunder
KAWASAN
PRIMER
SEKUNDER
SEKUNDER
SEKUNDER
PERUMAHAN



I
II
III




(F1)
(F2.1)
(F2.2)
(F2.3)


PRIMER (F1)
-
Arteri
-
-
-
SEKUNDER (F2.1)
Arteri
Arteri
Arteri
-
Lokal
SEKUNDER (F2.2)
-
Arteri
Kolektor
Kolektor
Lokal
SEKUNDER (F2.3)
-
-
Kolektor
Kolektor
Lokal
PERUMAHAN
-
Lokal
Lokal
Lokal
Lokal
Sumber : Pedoman Konstruksi dan Bangunan Pd T-18-2004
Sumber : Pedoman Konstruksi dan Bangunan Pd T-18-2004-B
Gambar 2. Sistem Jaringan Jalan Sekunder
                                              
2.5              Kriteria Penetapan Klasifikasi Fungsi Jalan
Pedoman Penentuan Klasifikasi Fungsi Jalan di Kawasan Perkotaan No. Pd T-18-2004-B Tahun 2004 telah menetapkan kriteria dalam menentukan klasifikasi fungsi jalan di perkotaan berdasarkan sistem jaringan dan peran jalan secara nasional. Kriteria ini dimaksudkan sebagai ciri-ciri umum yang diharapkan pada masing-masing fungsi jalan dan merupakan arahan yang perlu dipenuhi atau didekati oleh setiap wilayah perkotaan dalam menentukan klasifikasi fungsi jalan di wilayahnya. Sketsa hipotesis hierarki jalan kota dapat dilihat pada Gambar 3.

Sumber : Pedoman Konstruksi dan Bangunan Pd T-18-2004-B
Gambar 3. Sketsa Hipotesis Hierarki Jalan Perkotaan
1.            Sistem Jaringan Jalan Primer
Berdasarkan peran jalan, Sistem Jaringan Jalan Primer mempunyai hierarki Jalan Arteri Primer, Kolektor Primer dan Lokal Primer.
a.      Jalan Arteri Primer
Untuk penentuan Klasifikasi Fungsi Jalan Arteri Primer harus memenuhi persyaratan kriteria sebagai berikut :
1.      Jalan arteri primer didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 60 km/h.
2.      Lebar badan jalan arteri primer paling rendah 11 m.
3.      Jumlah jalan masuk ke jalan arteri primer dibatasi secara efisien; jarak antar jalan masuk/akses langsung tidak boleh lebih pendek dari 500 m.
4.      Persimpangan pada jalan arteri primer diatur dengan pengaturan tertentu yang sesuai dengan volume lalu lintasnya.
5.      Jalan arteri primer mempunyai kapasitas yang lebih besar dari volume lalu lintas rata-rata.
6.      Besarnya volume lalu lintas harian rata-rata pada umumnya lebih besar dari fungsi jalan yang lain.
7.      Harus mempunyai perlengkapan jalan yang cukup seperti rambu, marka, lampu pengatur lalu lintas, lampu penerangan jalan dan lain-lain.
8.      Jalur khusus seharusnya disediakan, yang dapat digunakan untuk sepeda dan kendaraan lambat lainnya.
9.      Jalan arteri primer seharusnya dilengkapi dengan median jalan.

Ciri-ciri Jalan Arteri Primer terdiri atas :
1.      Jalan arteri primer dalam kota merupakan terusan jalan arteri primer luar kota.
2.      Jalan arteri primer melalui atau menuju kawasan primer.
3.      Lalu lintas jarak jauh pada jalan arteri primer adalah lalu lintas regional; untuk itu, lalu lintas tersebut tidak boleh terganggu oleh lalu lintas lokal, dari kegiatan lokal.
4.      Kendaraan angkutan barang berat dan kendaraan umum bus dapat diijinkan melalui jalan ini.
5.      Lokasi berhenti dan parkir pada badan jalan tidak diijinkan.
6.      Jalan arteri primer dilengkapi dengan tempat istirahat pada setiap jarak 25 km.

b.            Jalan Kolektor Primer
Untuk penentuan Klasifikasi Fungsi Jalan Kolektor Primer harus memenuhi persyaratan kriteria sebagai berikut :
1.      Jalan kolektor primer didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 40 km/h.
2.      Lebar badan jalan kolektor primer paling rendah 9 m.
3.      Jumlah jalan masuk ke jalan kolektor primer dibatasi secara efisien; jarak antar jalan masuk/akses langsung tidak boleh lebih pendek dari 400 m.
4.      Persimpangan pada jalan kolektor primer diatur dengan pengaturan tertentu yang sesuai dengan volume lalu lintasnya.
5.      Jalan kolektor primer mempunyai kapasitas yang lebih besar dari volume lalu lintas rata-rata.
6.      Besarnya volume lalu lintas harian rata-rata pada umumnya lebih rendah dari jalan arteri primer.
7.      Harus mempunyai perlengkapan jalan yang cukup seperti rambu, marka, lampu pengatur lalu lintas, dan lampu penerangan jalan.
Dianjurkan tersedianya jalur khusus yang dapat digunakan untuk sepeda dan kendaraan lambat lainnya.

Ciri-ciri Jalan Kolektor Primer terdiri atas :
1.      Jalan kolektor primer dalam kota merupakan terusan jalan kolektor primer luar kota.
2.      Jalan kolektor primer melalui atau menuju kawasan primer atau jalan arteri primer.
3.      Kendaraan angkutan barang berat dan kendaraan umum bus dapat diijinkan melalui jalan ini.
4.      Lokasi parkir pada badan jalan sangat dibatasi dan seharusnya tidak diijinkan pada jam sibuk.

c.             Jalan Lokal Primer
Untuk penentuan Klasifikasi Fungsi Jalan Lokal Primer harus memenuhi persyaratan kriteria sebagai berikut :
1.      Jalan lokal primer didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 20 km/h.
2.      Lebar badan jalan lokal primer paling rendah 6,5 m.
3.      Besarnya volume lalu lintas harian rata-rata pada umumnya paling rendah pada sistem primer.

Ciri-ciri Jalan Lokal Primer terdiri atas :
1.      Jalan lokal primer dalam kota merupakan terusan jalan lokal primer luar kota.
2.      Jalan lokal primer melalui atau menuju kawasan primer atau jalan primer lainnya.
3.      Kendaraan angkutan barang dan kendaraan umum bus dapat diijinkan melalui jalan ini.
2.            Sistem Jaringan Jalan Sekunder
Berdasarkan peran jalan, Sistem Jaringan Jalan Primer mempunyai hierarki Jalan Arteri Primer, Kolektor Primer dan Lokal Primer.
a.      Jalan Arteri Sekunder
Untuk penentuan Klasifikasi Fungsi Jalan Arteri Sekunder harus memenuhi persyaratan kriteria sebagai berikut :
1.      Jalan arteri sekunder didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 30 km/h.
2.      Lebar badan jalan arteri sekunder paling rendah 11 m.
3.      Akses langsung dibatasi tidak boleh lebih pendek dari 250 m.
4.      Persimpangan pada jalan arteri sekunder diatur dengan pengaturan tertentu yang sesuai dengan volume lalu lintasnya.
5.      Jalan arteri sekunder mempunyai kapasitas yang lebih besar dari volume lalu lintas rata-rata.
6.      Besarnya volume lalu lintas harian rata-rata pada umumnya paling besar dari sistem jalan sekunder yang lain.
7.      Harus mempunyai perlengkapan jalan yang cukup seperti rambu, marka, lampu pengatur lalu lintas, dan lampu penerangan jalan dan lain-lain.
8.      Dianjurkan tersedianya jalur khusus yang dapat digunakan untuk sepeda dan kendaraan lambat lainnya.
9.      Jarak selang dengan kelas jalan yang sejenis lebih besar dari jarak selang dengan kelas jalan yang lebih rendah.

Ciri-ciri Jalan Arteri Sekunder terdiri atas :
1.      Jalan arteri sekunder menghubungkan kawasan primer dengan kawasan sekunder kesatul; antar kawasan sekunder kesatu; kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kedua; jalan arteri/kolektor primer dengan kawasan sekunder kesatu.
2.      Lalu lintas cepat pada jalan arteri sekunder tidak boleh terganggu oleh lalu lintas lambat.
3.      Kendaraan angkutan barang ringan dan kendaraan umum bus untuk pelayanan kota dapat diijinkan melalui jalan ini.
4.      Lokasi berhenti dan parkir pada badan jalan sangat dibatasi dan seharusnya tidak diijinkan pada jam sibuk.

b.      Jalan Kolektor Sekunder
Untuk penentuan Klasifikasi Fungsi Jalan Kolektor Sekunder harus memenuhi persyaratan kriteria sebagai berikut :
1.      Jalan kolektor sekunder didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 20 km/h.
2.      Lebar badan jalan kolektor sekunder paling rendah 9 m.
3.      Besarnya volume lalu lintas harian rata-rata pada umumnya lebih rendah dari sistem primer dan arteri sekunder.
4.      Harus mempunyai perlengkapan jalan yang cukup.

Ciri-ciri Jalan Kolektor Sekunder terdiri atas :
1.      Jalan kolektor sekunder menghubungkan antar kawasan sekunder kedua; kawasan sekunder kedua dengan kawasan sekunder ketiga; kendaraan angkutan barang berat tidak diijinkan melalui fungsi jalan ini di daerah pemukiman.
2.      Lokasi parkir pada badan jalan dibatasi.

c.       Jalan Lokal Sekunder
Untuk penentuan Klasifikasi Fungsi Jalan Lokal Sekunder harus memenuhi persyaratan kriteria sebagai berikut :
1.      Jalan lokal sekunder didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 10 km/h.
2.      Lebar badan jalan lokal sekunder paling rendah 6,5 m.
3.      Besarnya volume lalu lintas harian rata-rata pada umumnya paling rendah dibandingkan dengan fungsi jalan lain.
Ciri-ciri Jalan Lokal Sekunder terdiri atas :
1.      Jalan lokal sekunder menghubungkan antar kawasan sekunder ketiga atau dibawahnya; kawasan sekunder dengan perumahan.
2.      Kendaraan angkutan barang berat dan bus tidak diijinkan melalui fungsi jalan ini di daerah pemukiman.

2.6       Data-data yang Diperlukan pada Pembinaan Jaringan Jalan
Data-data yang dimaksud meliputi data-data yang bersifat peraturan perundangan yang berlaku, keputusan-keputusan menteri terkait, buku pedoman dan data-data umum wilayah.
Peraturan perundang-undangan yang mengatur jalan, adalah :
1.      Undang-undang No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan.
2.      Undang-undang No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang.
3.      Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.
4.      Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 1985 tentang Jalan.
5.      Peraturan Pemerintah No. 47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN).
Selain peraturan perundangan, juga direview literatur-literatur lain yang berhubungan dengan penetapan peran dan status ruas jalan seperti Panduan Penentuan Klasifikasi Fungsi Jalan di Wilayah Perkotaan yang dikeluarkan oleh Ditjen Bina Marga No. 010/T/BNKT/1990 dan kemudian disempurnakan dalam bentuk Pedoman Penentuan Klasifikasi Fungsi Jalan di Kawasan Perkotaan yang dikeluarkan oleh Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah No. Pd T-18-2004-B.
Data-data yang berkaitan langsung dengan obyek penelitian lapangan (data primer), yaitu : Data-data teknis jalan, seperti Lebar Perkerasan Jalan, Kecepatan Perjalanan, dan Volume Lalu lintas.





BAB III
PENUTUP

3.1.            Simpulan
Setelah menulis BAB II dapat dismpulkan beberapa point penting dalam mempelajari jaringan jalan dan pembinaannya dalam system manajemen jalan, yaitu sebagai berikut:
1.         Jaringan merupakan serangkaian simpul-simpul, yang dalam hal ini berupa persimpangan/terminal, yang dihubungkan dengan ruas-ruas jalan/trayek.
2.         Pola jaringan jalan sangat dipengaruhi (dapat dibentuk dan/atau ditentukan secara fisik) oleh sebaran lokasi aktivitas budidaya dan/atau lokasi umber daya alam serta dibatasi oleh kondisi fisik dasar wilayah (geografis, topografis, bentang alam, dan lain sebagainya).
3.         Pengklasifikasi jalan dapat dibagi berdasarkan sistem jaringan, peranan, dan wewenang pembinaannya.

3.2.            Saran
Hendaknya sebelum membangun sebuah proyek terlebih dahulu memrencanakan system manajemen pada pembangunan jaringan jalan dengan baik, terlebih jika pembangunannya di perkotaan jika tidak ditakutkan akan terjadi jaringan jalan yang semrawut.




DAFTAR PUSTAKA

Bina Marga, No. 010/T/BNKT/1990. Panduan Penentuan Klasifikasi Fungsi Jalan Di Wilayah Perkotaan. Google diakses tanggal 18 januari.
http://hikmahtoko.com/bab i-pendahuluanjarinagn jalan-kota. diakses tanngal 18 Januari.
 Shafir, Adnal. 2008. Penentuan Klasifikasi Fungsi Jaringan Jalan Perkotaan Studi Kasus Kota Banda Aceh (Artikel) Google diakses tanggal 18 Januari.



1 komentar: